SIKLUS TIDUR DAN JAM BIOLOGIS TUBUH


 SIKLUS TIDUR DAN JAM BIOLOGIS TUBUH


Saya sering sekali mengantuk pada jam pelajaran mengapa Masalahnya ada di siklus tubuh saya yang perlu direset. Zona waktu tubuh saya sebelumnya ketinggalan beberapa jam dari orang kebanyakan. Yoa.. tidur larut malam dan bangunnya agak siang :) . Dengan jadwal yang baru ini, saya perlu waktu untuk mensinkronkan zona waktu.
Mari kita cari tahu lebih lanjut tentang waktu tubuh.
Kita biasa bekerja dengan mengikuti waktu yang ditunjukkan oleh jam. 24 jam sehari. Lamanya bumi berotasi sekali putaran dan periode matahari terbit-tenggelam. Dengan kata lain, waktu mekanis.
Tetapi apakah benar tubuh memiliki siklus, memiliki waktu sendiri? Atau hanya sekedar metafora, tidak literal? “Kecantikan yang utama ada pada kecantikan hati”, kata seorang presenter sebuah acara TV sambil tangan menunjuk ke dada. Di sini kita tahu bahwa hati yang ditunjukkan di dada itu berupa metafora atau simbol.
Bagaimana dengan waktu tubuh? Dugaan yang kuat sampai saat ini, di tubuh terdapat jam utama yang tugasnya mensinkronkan fungsi organ-organ tubuh. (Ref. Sync: The Emerging Science of Spontaneous Order). Jam utama ini disebut circadian pacemaker yang letaknya ada di otak. Namun gambaran dari waktu tubuh ini lebih cenderung seperti jam di dalam jam. Tersusun secara hirarkis. Tiap-tiap organ juga memiliki jam-jam sendiri. Sekelompok gen di dalam organ dapat aktif atau tidak aktif pada waktu-waktu tertentu untuk memastikan protein pembangun diproduksi sesuai jadwal. Yang mengkoordinasikan jam-jam tersebut yaitu jam utama, circadian pacemaker.
Well, detil tidak terlalu ditekankan di sini. Tetapi yang menarik adalah bagaimana pengaruh circadian pacemaker terhadap tidur. Memang mekanisme atau cara kerja circadian pacemaker belum diketahui secara pasti. Masih berupa enigma. Namun di level yang lebih tinggi (tingkat makro), para peneliti menemukan keteraturan timing siklus sleep-wake manusia serta ritme circadian lainnya. (circadian berasal dari kata circa = sekitar dan dies = hari, jadi circadian = sekitar 1 hari/24 jam).

Informasi tentang pola-pola ini diperoleh dari eksperimen-eksperimen yang cukup dramatis dan penuh pengorbanan. Diawali dengan volunteer yang tinggal sendiri di gua selama berbulan-bulan tanpa ada jam. Eksperimen berikutnya lebih manusiawi dengan volunteer tinggal di apartment tanpa jendela, terisolasi dari pengetahuan waktu harian, dan bebas untuk tidur atau bangun sesuka hati mereka. Pada eksperimen tersebut dimonitor beberapa hal: temperatur tubuh, kapan dan berapa lama mereka tidur.
Untungnya pengorbanan demi sains itu tidak sia-sia. Sedikit demi sedikit kode ritme circadian dapat dipecahkan. Dengan mengetahui lebih banyak tentang ritme circadian memungkinkan kita merancang jadwal shift kerja yang lebih baik atau menangani masalah insomnia yang dialami banyak orang. Bahkan dapat menerangkan kenapa ada kultur tidur siang atau kenapa kita sering kesulitan tidur pada minggu malam. Misteri-misteri kecil di dalam hidup.
After all is said and done, hasil dari eksperimen-eksperimen tersebut menguak beberapa misteri ritme circadian. Pegang kursi erat-erat supaya tidak jatuh karena beberapa poin mungkin berbeda dari yang selama ini kita kira. :)
Ada beberapa hal yang terjadi pada volunteer selama berada di eksperimen time-isolation. Temperatur tubuhnya naik turun setiap hari dengan lebar variasi 1 derajat celcius. Siklus temperatur tubuh ini bukan karena cahaya tetapi disebabkan aktivitas fungsi organ atau ritme internal dalam tubuhnya. Temperatur tubuh membentuk siklus yang teratur dan menyerupai gelombang sinusoidal dengan periode sekitar 24 jam (temperatur tubuh masuk dalam ritme circadian, circadian = sekitar 24 jam).

Bila dikonversikan ke waktu jam mekanis (jam dinding), titik terendah pada siklus temperatur tubuh ini terjadi sekitar 1 atau 2 jam sebelum waktu orang biasa bangun dari tidurnya. Misalnya bagi para karyawan atau pelajar yang biasa bangun sekitar jam 6 atau 7 pagi, maka minimum temperatur tubuhnya mungkin terjadi antara jam 4 dan jam 6 pagi. Jadi, temperatur tubuh tiap-tiap orang mencapai maksimum atau minimum dapat terjadi pada jam yang berbeda tergantung jam berapa dia biasa bangun.
Bagaimana dengan tidur sendiri? Apakah ada pola? Polanya agak samar. Tetapi ada hubungan yang konsisten antara durasi tidur dan siklus temperatur tubuh. Tidur panjang selalu dimulai pada temperatur tinggi dan tidur singkat pada temperatur rendah. Dengan kata lain, berapa lama seseorang itu tertidur tidak tergantung dari sudah berapa lama ia terjaga (tidak tidur) sebelumnya, tetapi tergantung dari kapan ia tidur di siklus temperatur tubuhnya. Surprising.
Para pelaku time-isolation ini mengalami episode tidur panjang dan tidur singkat berkali-kali. Bila diplot durasi tidurnya terhadap siklus temperatur tubuh, hasilnya seperti ini.

Titik-titik pada plot di atas merupakan data-data durasi tidur. Meski agak blur, tetapi dapat kita lihat pola dari grafik durasi tidur yang ditunjukkan dengan garis merah. Durasi tidur tersebut melompat secara vertikal (2) dari sekitar 5 sampai 20 jam untuk tidur yang dimulai 9-10 jam setelah temperatur tubuh minimum. Lalu diikuti dengan grafik miring (1) menuju durasi tidur yang lebih singkat.
Plot ini menjelaskan lebih banyak hal lagi.
Bagian grafik yang berupa garis miring di atas (1) mengimplikasikan sesuatu yang menarik. Ketika para pelaku time-isolation tidur semakin ke kanan pada siklus temperatur tubuhnya, mereka akan tidur lebih singkat, biarpun mereka sebelumnya terjaga lebih lama. Pola tidur ini juga sering ditemui pada pola tidur pekerja shift malam atau supir truk malam. Mungkin kita sendiri juga pernah mengalaminya. Setelah kita begadang malam itu dan tidur saat hari menjelang pagi, kita menyangka akan tidur panjang untuk pemulihan. Tetapi yang terjadi, setelah 5 atau 6 jam, kita merasa tidak nyaman dan berganti-ganti posisi tidur. Masalahnya adalah alarm jam internal tubuh mulai menyala. Jadi, jika kita pergi tidur lebih larut dan semakin ke kanan dari siklus temperatur tubuh, kita cenderung akan bangun lebih awal karena alarm internal mulai berbunyi terlepas apakah kita sudah cukup tidur atau belum.
Sedangkan bagian yang melompat vertikal (2) menandakan adanya variasi durasi tidur yang dialami saat tidur dimulai pada 9-10 jam setelah temperatur tubuh minimum. Durasinya bisa tidur sangat singkat atau tidur sangat panjang atau di antaranya. Kita dapat menginterpretasikannya seperti ini. Misalnya, kita tetap terjaga sepanjang malam sampai siang pada hari besoknya. Setelah itu kita memutuskan untuk tidur siang sebentar, maka yang terjadi kemudian mungkin hanya tidur siang sebentar atau kita tidur sangat lama, sepanjang siang, berlanjut malam, dan baru bangun besok paginya. Bila kebiasaan bangun tidur seseorang seperti orang kebanyakan antara jam 6 atau 7 pagi, sehingga temperatur tubuh minimumnya terjadi antara jam 4 dan 6 pagi, maka lompatan vertikal durasi tidur ini diprediksi terjadi 9-10 setelah jam tersebut, yaitu jam 1 siang sampai jam 4 sore.
Pola menarik lainnya yang ditemukan dari eksperimen time-isolation adalah hubungan antara siklus temperatur tubuh dan tingkat kewaspadaan (alertness). Aturannya: tingkat kewaspadaan rendah ketika temperatur tubuh rendah dan tingkat kewaspadaan tinggi ketika temperatur tubuh tinggi.
Dengan mengambil siklus sleep-wake orang kebanyakan, maka tingkat kewaspadaan yang paling rendah terjadi pada jam 4 sampai jam 6 pagi, saat temperatur tubuh minimum. Di dunia ini banyak kecelakan terjadi pada jam-jam tersebut, misalnya kecelakaan kendaraan, kecelakaan di pabrik, bahkan kecelakaan di pembangkit nuklir chernobyl terjadi di tengah-tengah malam akibat human error. Studi lain menunjukkan bahwa dari jam 3 sampai jam 5 pagi, para karyawan paling lambat bereaksi untuk menjawab telepon, lambat merespon sinyal peringatan, dan rentan salah membaca meteran. Pekerja shift menyebut periode ini dengan zombie zone.
Kita sendiri mungkin pernah memperhatikan ritme alertness ini. Terutama saat kita harus begadang. Semakin malam, lambat laun kita mulai mengantuk. Di jam-jam antara jam 3 dan jam 6 pagi, mata mulai sangat berat. Godaan tidur sangat kuat. Tetapi bila kita dapat bertahan melalui periode ini, entah ada energi dari mana, kita merasa lebih baikan. Well, kita baru saja melewati titik minimum dari siklus circadian kita.
Plot di bawah memberitahu kita hal yang menarik lainnya. Gambar ini adalah distribusi frekuensi relatif mulai tidur sebagai fungsi dari fase circadian.

Di sana ada zombie zone seperti yang sudah dibahas sebelumnya. Lalu ada dua zona baru yang disebut forbidden zone. Forbidden zone merupakan periode dimana orang tidak bisa tidur (sangat sulit tidur). Lebarnya masing-masing forbidden zone ini sekitar 2-3 jam dengan titik tengah sekitar 5 jam setelah temperatur minimum dan 8 jam sebelum temperatur minimum.
Jika dikonversikan ke siklus kebanyakan orang, forbidden zone pagi terjadi antara jam 10 dan jam 11 pagi. Sedangkan forbidden zone malam ini yang menarik, terjadinya antara jam 9 dan jam 10 malam, hanya 1 atau 2 jam sebelum waktu tidur. Kita mungkin pernah merasakan forbidden zone malam saat kesusahan tidur beberapa jam sebelum waktu tidur biasanya. Mungkin kita ingin menonton bola pada dini hari. Masalahnya adalah kita tidur pada waktu yang salah di siklus circadian kita.
Lebih jauh lagi, forbidden zone ini diduga ada hubungannya dengan insomnia. Terutama untuk menerangkan kenapa kita kesulitan tidur pada minggu malam. Pada hari sabtu biasanya kita tidur lebih larut. Akibatnya siklus sleep-wake kita terlambat dari siklus yang biasanya. Keterlambatan ini ikut menyeret forbidden zone dan menggesernya ke jam-jam berikutnya. Sehingga forbidden zone letaknya sangat berdekatan dengan waktu tidur kita, bahkan dapat berada di atasnya.
Plot di atas juga mengatakan sesuatu tentang rasa kantuk kita di siang hari. Kita merasakan kantuk pada siang hari bukan dikarenakan baru saja makan siang atau hawanya panas di luar tetapi karena siklus circadian kita menghendakinya demikian.
Well, itulah sedikit cerita tentang tidur. Tidur merupakan aktivitas rutin sehari-hari yang menyenangkan. Namun lebih menyenangkan lagi jika dapat mengenalnya. :)
Referensi: Steven Strogatz, Sync: The Emerging Science of Spontaneous Order.

Subscribe for latest Apps and Games


0 komentar:

Posting Komentar